1.
IDENTITAS
1.1 Nama :
Museum Bahari
1.2 Nama Dahulu : Pusat
Perniagaan/ Gudang Rempah
1.3 Alamat :
Jalan Pasar Ikan No. 1 Kawasan Sunda Kelapa
Kelurahan : Sunda
Kelapa
Kecamatan :
Penjaringan
Kota :
Jakarta Utara
Provinsi : DKI
Jakarta
1.5 Batas-Batas : Sebelah utara : Rumah warga
Sebelah timur : Rumah warga dan warung perniagaan
Sebelah selatan : Pasar dan Menara Syahbandar
Sebelah barat : Teluk Jakarta
1.6 Status Kepemilikan : Pemerintah Indonesia
1.7 Pengelola :
Pemerintah Provinsi DKI
1.8 Fungsi Sekarang : Museum
2.
DESKRIPSI
2.1
Uraian Fisik Objek :
1.
Gaya/ Langgam : Museum Bahari menggunakan ciri khas
bangunan kolonial Belanda, gayaThe Empire Style (khas Eropa)
merupakan gaya yang dipakai pada masa itu untuk menunjukan eksistensinya di
daerah kekuasaannya (Indonesia). Namun iklim di Indonesia berbeda dengan iklim
di Belanda, oleh karena itu pada bangunan ini ditambahkan atap pelana.
Penambahan atap ini akhirnya membuat suatu gaya arsitek baru yang dikenal
dengan gaya Hindi Belanda.
Gaya arsitektur The Empire Style adalah
suatu gaya arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama Prancis, bukan
Belanda) yang diterjemahkan secara bebas. Di Indonesia gayanya menghasilkan
gaya baru yang disebut gaya Hindia Belanda (Indonesia) artinya bergaya kolonial
namun disesuaikan dengan lingkungan lokal dengan iklim dan tersedianya material
pada waktu itu (Akihary dalam Handinoto, 1996: 132).
2. Tapak/blokplan : Museum Bahari posisi tata letak pada
tapak berupa bangunan
berkelompok dengan bangunan yang memiliki 2 massa
3. Wujud Bangunan :
Tampak Depan
Tampak Samping
Denah Museum
Bahari
4.
Uraian Interior yang ditemukan
pada Museum Bahari, berikut ulasannya :
a) Atap
Atap pelana merupakan gaya arsitektural yang
cocok untuk bangunan beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Sehingga
gaya arsitek tropis pada atap pelana dipakai sebagai struktur atap bangunan
kawasan ini. Pada atap juga terdapat bagian yang tercoak (seperti terpotong)
dan membentuk suatu atap baru yang agak menjorok, atap ini mencerminkan gaya
bangunan koloni.
b) Pintu
Pintu yang digunakan berbentuk 'dome' dan
terbuat dari kayu jati dan kusennya terbuat dari batu. Elemen lengkung 'arch' sangat
menonjolkan bangunan khas Eropa pada saat itu. Hampir seluruh pintu yang
terdapat pada museum ini berbentuk 'dome'.
c) Jendela
Daun jendela terbuat dari kayu jati dan
pegangannya terbuat dari besi. Terdapat juga teralis yang terbuat dari kayu.
Jumlah dan letak jendela yang berirama statis dan pendek-pendek mencerminkan
gaya Eropa klasik.
d) Dinding
Dinding pada Museum Bahari memiliki hingga 20
cm. seluruh warna pada dinding baik eksterior maupun interior adalah
berwarna putih.
e) Kolom
Pada Museum Bahari ini menggunakan kolom yang
terbuat dari kayu jati dengan ketebalan 20-30cm. Kolom kayu kokoh ini membuat
kesan bangunan ini elegan dan khas Indonesia.
f) Plafond
Pada Museum Bahari hampir seluruh
konstruksinya memakai kayu, terdapat pada bagian kolom dan balok yang menopang
lantai 2 dan 3. Penutup lantai pada lantai 2 dan 3 juga memakai konstruksi kayu
panel, dan tidak adanya penutup plafond sehingga bisa dikatakan bahwa kayu
panel yang digunakan sebagai penutup lantai di lantai 2 dan 3 juga berperan
sebagai plafond pada lantai di bawahnya.
g) Elemen
hard material
Pada bagian entrance (pintu
masuk) terdapat sepasang jangkar kapal. Jangkar ini lumayan besar setinggi
±80cm dan berwarna hitam. Jangkar ini sebagai penanda bahwa di dalam bangunan
ini terdapat menyimpan sesuatu yang berhubungan dengan kebaharian dan
kenelayanan bangsa Indonesia.
5. Struktur/ Kontruksi : Seperti gambar pada bahasan sebelumnya kita
ketahui bahwa
Struktur yang digunakan yaitu struktur kayu.
6. Kelangkaan : Museum ini berisikan benda-benda sejarah yang sudah
ada
Pada zaman kolonial dan digunakan pada
saat itu. : 1.Jangkar, 2.Majapahit, 3.Phinisi, 4.Kemudi, 5.Lete, 6.Jukung, 7.Lancang
Kuning, 8.Cadik, 9.Gelati
2.2
Ukuran :
Luas tanah bangunan ini sekitar 9000 m2 sedangkan luas
Bangunan ini sekitar 16.000 m2
2.3
Kondisi saat ini :
Sebagai peninggalan bersejarah, kondisi Museum Bahari di
kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, justru tampak memprihatinkan. Selain
terkesan tua, dindingnya juga terlihat kusam dan tidak terawat. Kondisi yang
tidak jauh berbeda juga terlihat di ruang pameran museum itu.
Meskipun
kondisi bangunan terlihat lebih baik, kesan kusam karena debu dan lembab juga
sangat terasa. Lampu-lampu di ruangan juga terlihat kecil dan tidak sesuai
dengan lebar ruangan sehingga suasana menjadi gelap.
2.4
Sejarah
1. Sejarah Kawasan : Pada masa pendudukan Belanda bangunan
ini dulunya adalah gudang yang berfungsi untuk menyimpan, memilih dan mengepak
hasil bumi, seperti rempah-rempah yang merupakan komoditi utama VOC yang sangat laris di pasaran Eropa. Bangunan yang berdiri persis di samping muara Ci Liwung ini
memiliki dua sisi, sisi barat dikenal dengan sebutan Westzijdsche Pakhuizen atau
Gudang Barat (dibangun secara bertahap mulai tahun 1652-1771) dan sisi
timur, disebut Oostzijdsche Pakhuizen atau
Gudang Timur. Gudang barat terdiri dari empat unit bangunan, dan tiga unit di
antaranya yang sekarang digunakan sebagai Museum Bahari. Gedung ini awalnya
digunakan untuk menyimpan barang dagangan utama VOC di Nusantara, yaitu
rempah, kopi, teh, tembaga, timah, dan tekstil.
Pada masa pendudukan Jepang,
gedung-gedung ini dipakai sebagai tempat menyimpan barang logistik tentara
Jepang. Setelah Indonesia Merdeka, bangunan ini dipakai oleh PLN dan PTT untuk
gudang. Tahun 1976, bangunan
cagar budaya ini dipugar kembali, dan kemudian pada 7 Juli 1977 diresmikan sebagai Museum Bahari.
2. Sejarah
Arsitektur : Di antara materi
sejarah bahari yang dipajang antara lain perahu tradisi asli Lancang Kuning
(Riau), Perahu Phinisi Bugis (Sulawesi Selatan), Jukung Karere (Irian)
berukuran panjang 11 meter. Miniatur Kapal VOC Batavia, miniatur kapal latih
Dewa Ruci, biota laut, foto-foto dan sebagainya. Museum ini selain sebagai
pusat informasi budaya kelautan, juga menjadi tempat wisata pendidikan bagi
leluhur baru yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai sejarah kebaharian
bangsa tempo dulu.
Arsitek kolonial Belanda betul-betul mempersiapkan bangunan berlantai tiga itu secara matang. Agar dapat bertahan lama terhadap gempuran badai laut tropis yang mengandung garam. Tembok sekeliling gudang sangat tebal, tiang-tiag penyangga langit-langitnya pun kokoh. Menggunakan kayu ulin (kayu besi) berukuran besar sehingga tak gampang keropos dari gangguan cuaca mau pun rayap. Tiang-tiang penyangga itu berjajar ditiap lantai ruangan yang luas lagi lebar. Bayangkan, sejak gudang itu dibangun hingga sekarang, tiang penyangganya masih kokoh. Udara ruangan pun tetap terjaga. Dengan demikian rempah-rempah yang tersimpan disitu bisa bertahan lama tak gampang membusuk. Rancangan teknis pengaturan sirkulasi udara menjadikan seluruh ruangan terasa sejuk. Sehingga rempah-rempah itu tetap segar sebelum dikirim keberbagai tempat nan jauh. Pengaturan sirkulasi udara itu diupayakan dengan menempatkan puluhan jendela berukuran besar pada tiap ruangan. Bahkan jendela-jendela lebar itu selalu terbuka siang -malam sepanjang masa.
Arsitek kolonial Belanda betul-betul mempersiapkan bangunan berlantai tiga itu secara matang. Agar dapat bertahan lama terhadap gempuran badai laut tropis yang mengandung garam. Tembok sekeliling gudang sangat tebal, tiang-tiag penyangga langit-langitnya pun kokoh. Menggunakan kayu ulin (kayu besi) berukuran besar sehingga tak gampang keropos dari gangguan cuaca mau pun rayap. Tiang-tiang penyangga itu berjajar ditiap lantai ruangan yang luas lagi lebar. Bayangkan, sejak gudang itu dibangun hingga sekarang, tiang penyangganya masih kokoh. Udara ruangan pun tetap terjaga. Dengan demikian rempah-rempah yang tersimpan disitu bisa bertahan lama tak gampang membusuk. Rancangan teknis pengaturan sirkulasi udara menjadikan seluruh ruangan terasa sejuk. Sehingga rempah-rempah itu tetap segar sebelum dikirim keberbagai tempat nan jauh. Pengaturan sirkulasi udara itu diupayakan dengan menempatkan puluhan jendela berukuran besar pada tiap ruangan. Bahkan jendela-jendela lebar itu selalu terbuka siang -malam sepanjang masa.
3. Sejarah
Peristiwa : Gedung Museum
Bahari semula adalah gudang penyimpanan rempah-rempah. VOC membangun gedung ini
secara bertahap sejak 1652 hingga 1759. Pada 1976 kompleks gedung ini
diserahkan kepada pemerintah DKI Jakarta yang kemudian dipersiapkan sebagai
sebuah museum. Museum Bahari diresmikan pemakaiannya pada 7 Juli 1977.
Museum Bahari bertugas melestarikan, memelihara, merawat, dan menyajikan koleksi-koleksi yang berhubungan dengan kehidupan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia. Jumlah koleksinya sekitar 1835 buah.
Secara tematik, tata pamer koleksi dan informasi terbagi ke dalam sejumlah pembagian ruang, yaitu:
1. Ruang Masyarakat Nelayan Indonesia
Koleksi yang dipamerkan: miniatur kapal dan peralatan kenelayanan.
2. Ruang Teknologi Menangkap Ikan
Koleksi yang dipamerkan: pancing, bubu, dan jaring.
3. Ruang Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional
Koleksi yang dipamerkan: teknologi dan sentra pembuatan kapal.
4. Ruang Biota Laut
Koleksi yang dipamerkan: aneka jenis ikan, kerang, tumbuhan laut, dan dugong.
5. Ruang Pelabuhan Jakarta 1800-2000 (Pusat Perdagangan Dunia)
Koleksi yang dipamerkan: artefak-artefak yang berhubungan dengan kesejarahan pelabuhan di Jakarta pada rentang tersebut, termasuk meriam, keramik, dan benteng.
6. Ruang Navigasi
Koleksi yang dipamerkan: kompas, teleskop, dan sejumlah alat bantu navigasi.
7. Pelayaran Kapal Uap Indonesia-Eropa
Koleksi yang dipamerkan: foto-foto dokumentasi mengenai pelayaran kapal uap pertama dari Eropa ke Asia.
Museum Bahari bertugas melestarikan, memelihara, merawat, dan menyajikan koleksi-koleksi yang berhubungan dengan kehidupan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia. Jumlah koleksinya sekitar 1835 buah.
Secara tematik, tata pamer koleksi dan informasi terbagi ke dalam sejumlah pembagian ruang, yaitu:
1. Ruang Masyarakat Nelayan Indonesia
Koleksi yang dipamerkan: miniatur kapal dan peralatan kenelayanan.
2. Ruang Teknologi Menangkap Ikan
Koleksi yang dipamerkan: pancing, bubu, dan jaring.
3. Ruang Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional
Koleksi yang dipamerkan: teknologi dan sentra pembuatan kapal.
4. Ruang Biota Laut
Koleksi yang dipamerkan: aneka jenis ikan, kerang, tumbuhan laut, dan dugong.
5. Ruang Pelabuhan Jakarta 1800-2000 (Pusat Perdagangan Dunia)
Koleksi yang dipamerkan: artefak-artefak yang berhubungan dengan kesejarahan pelabuhan di Jakarta pada rentang tersebut, termasuk meriam, keramik, dan benteng.
6. Ruang Navigasi
Koleksi yang dipamerkan: kompas, teleskop, dan sejumlah alat bantu navigasi.
7. Pelayaran Kapal Uap Indonesia-Eropa
Koleksi yang dipamerkan: foto-foto dokumentasi mengenai pelayaran kapal uap pertama dari Eropa ke Asia.
2.5
Riwayat Pelestarian
Museum Bahari yang berada di Jakarta menampilkan koleksi yang
berhubungan dengan teknologi pelayaran (pembuatan kapal dan sistem navigasi),
keragaman hayati laut dan kesejarahan pelabuhan Jakarta. Koleksinya antara lain
berupa miniatur perahu, alat navigasi, perahu asli, jangkar, maket, lukisan,
alat penangkap ikan, dan mollusca
2.6
Sumber :
-https://www.thearoengbinangproject.com/museum-bahari-jakarta/
-http://www.nativeindonesia.com/mengenal-sejarah-kelautan-di-museum-bahari-jakarta/