Ada 3 macam metoda kritik
dalam arsitektur, diantaranya kritik normatif, kritik deskriptif, dan kritik
interpretif.
Hakikat
kritik normatif adalah :
·
Adanya keyakinan (conviction) bahwa di
lingkungan dunia manapun, bangunan dan wilayah perkotaan selalu dibangun
melalui suatu model, pola, standard atau sandaran sebagai sebuah prinsip. Dan
melalui ini kualitas dan kesuksesan sebuah lingkungan binaan dapat dinilai.
·
Norma bisa jadi berupa standar yang bersifat fisik,
tetapi adakalanya juga bersifat kualitatif dan tidak dapat dikuantifikasikan.
·
Norma juga berupa sesuatu yang tidak konkrit dan
bersifat umum dan hampir tidak ada kaitannya dengan bangunan sebagai sebuah
benda konstruksi
1.
Kritik Doktrinal (Doctrinal Criticsm) Norma yang bersifat
general, pernyataan yang tak terukur.
2.
Kritik Sistematik (Systematic Criticism) Norma penyusunan
elemen-elemen yang saling berkaitan untuk satu tujuandalam hal ini akan dibahas
mengenai metode Tipe. Metode Tipe adalah suatu norma yang didasarkan pada model
yang digenralisasi untuk satu kategori bangunan spesifik.
3.
Kritik Tipical (Typical Criticism) Norma yang didasarkan
pada model yang digeneralisasi untuk satu katagori bangunan yang spesifik.
4.
Kritik Terukur (Measured Criticsm) Sekumpulan dugaan
yang mampu mendefinisikan bangunan dengan baik secara kuantitatif.
- Doktrin sebagai dasar dalam pengambilan keputusan desain arsitektur yang berangkat dari keterpesonaan dalam sejarah arsitektur.
- Sejarah arsitektur dapat meliputi : Nilai estetika, etika, ideologi dan seluruh aspek budaya yang melekat dalam pandangan masyarakat.
- Doktrin bersifat tunggal dalam titik pandangnya dan biasanya mengacu pada satu ‘ISME’ yang dianggap paling baik.
2. Metoda Sistemik
- Menggantungkan pada hanya satu prinsip akan mudah diserang sebagai : menyederhanakan (simplistic), tidak mencukupi (inadequate) atau kadaluarsa (out of dated )
- Alternatifnya adalah bahwa ada jalinan prinsip dan faktor yang dapat dibangun sebagai satu system untuk dapat menegaskan rona bangunan dan kota.
Kritik sistematik dikembangkan dari satu
analisis :
- Bahwa Problem arsitek adalah membangun sistem dalam kategori-kategori formal yang tidak memungkinkan kita untuk melukiskannya dan membandingkannya dalam struktur yang formal. Ketika kita mengatakan bahwa analisis formal mengandung indikasi elements and relations.
- Elements (bagian bentuk arsitektur ), bermakna bahwa kita harus memperlakukan objek sebagai dimensi kesebandingan.
Melahirkan
konsep :
o Mass (massa),
Bentuk wujud tiga dimensi yang terpisah dari lingkungan
o Space (ruang),
Volume batas-batas permukaan di sekeliling massa
o Surface (permukaan),
batas massa dan ruang
- Relations , bahwa kita menterjemahkan saling keterhubungan ini diantara dimensi-dimensi
- Capacity of the structure, kelayakan untuk mendukung tugas bangunan
- Valuable, nilai yang dikandung yang mengantarkan kepada rasa manusia untuk mengalami ruang.
3. Metoda Tipikal
- Studi tipe bangunan saat ini telah menjadi pusat perhatian para sejarawan arsitektur. Hal ini dapat dipahami karena desain akan menjadi lebih mudah dengan mendasarkannya pada type yang telah standard, bukan pada innovative originals (keaslian inovasi).
- Studi tipe bangunan lebih didasarkan pada kualitas, utilitas dan ekonomi dalam lingkungan yang telah terstandarisasi dan kesemuanya dapat terangkum dalam satu typologi
- Metode Tipikal, yaitu suatu pendekatan yang mempunyai uraian urutan secara tersusun. Contoh. Bangunan sekolah, tipe yang ada ialah seperti ruang kelas, ruang guru,ruang kepala sekolah, ruang kesenian, lab, perpustakaan, kantin, gudang, toilet.
4. Metoda Terukur
- Kritik Pengukuran menyatakan satu penggunaan bilangan atau angka hasil berbagai macam observasi sebagai cara menganalisa bangunan melalui hukum-hukum matematika tertentu.
- Norma pengukuran digunakan untuk memberi arah yang lebih kuantitatif. Hal ini sebagai bentuk analogi dari ilmu pengetahuan alam.
- Pengolahan melalui statistik atau teknik lain akan mengungkapkan informasi baru tentang objek yang terukur dan wawasan tertentu dalam studi.
- Bilangan atau standard pengukuran secara khusus memberi norma bagaimana bangunan diperkirakan pelaksanaannya.
- Standardisasi pengukuran dalam desain bangunan dapat berupa :
Ukuran batas minimum atau maksimum, Ukuran
batas rata-rata (avarage), Kondisi-kondisi yang dikehendaki
- Adakalanya standard dalam pengukuran tidak digunakan secara eksplisit sebagai metoda kritik karena masih belum cukup memenuhi syarat kritik sebagai sebuah norma
- Norma atau standard yang digunakan dalam Kritik pengukuran yang bergantung pada ukuran minimum/maksimum, kondisi yang dikehendaki selalu merefleksikan berbagai tujuan dari bangunan itu sendiri.
- Tujuan dari bangunan biasanya diuraikan dalam tiga ragam petunjuk sebagai beikut:
- Tujuan Teknis ( Technical Goals)
- Tujuan Fungsi ( Functional Goals)
- Tujuan Perilaku ( Behavioural Goals)
Masjid Dian Al Mahri dibuka untuk umum pada tanggal 31
Desember 2006, bertepatan dengan Idul Adha 1427 H yang kedua kalinya pada tahun
itu. Pembangunannya sudah berlangsung sejak tahun 1999, namun baru dibuka untuk
umum pada tanggal 31 Desember 2006. Setelah shalat Idul Adha, pemilik masjid
langsung meresmikan masjid ini. Ada sekitar 5 ribu jemaah yang mengikuti
prosesi peresmian masjid ini.
Dalam catatan sejarah, Masjid Kubah Emas Depok atau Masjid
Dian Al-Mahri di bangun oleh seorang pengusaha asal Banten yaitu Hj. Dian
Djuriah Maimun Al Rasyid. Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Dian Al-Mahri
juga kerap dijadikan sebagai salah satu wisata keluarga atau wisata religi
masjid kubah emas, karena bentuk kubah-kubahnya yang dibuat dari emas, membuat
orang-orang tertarik untuk mengunjunginya.
Bangunan masjid memiliki luas area sebesar 60 x 120 meter
atau sekitar 8.000 meter persegi. terdiri dari bangunan utama, mezamin, halaman
dalam, selasar atas, selasar luar, ruang sepatu, dan ruang wudhu. Masjid mampu
menampung 15 ribu jemaah shalat dan 20 ribu jemaah taklim. Masjid ini merupakan
salah satu di antara masjid-masjid termegah di Asia Tenggara.
Masjid Dian Al Mahri memiliki 5 kubah. Satu kubah utama dan
4 kubah kecil. Seluruh kubah dilapisi emas setebal 2 sampai 3 milimeter dan
mozaik kristal. Kubah utama bentuknya menyerupai kubah Taj Mahal. Kubah
tersebut memiliki diameter bawah 16 meter, diameter tengah 20 meter, dan tinggi
25 meter. Sementara 4 kubah kecil lainnya memiliki diameter bawah 6 meter,
tengah 7 meter, dan tinggi 8 meter.
Relief hiasan di atas tempat imam terbuat dari emas 18
karat. Begitu juga pagar di lantai dua dan hiasan kaligrafi di langit-langit
masjid. Sedangkan mahkota pilar masjid yang berjumlah 168 buah berlapis bahan
prado atau sisa emas.
Ruang utama masjid memiliki ukuran 45×57 meter, dapat
menampung sebanyak 8.000 jamaah. Masjid ini memiliki 6 minaret berbentuk segi
enam yang tingginya masing-masing 40 meter. 6 minaret ini dibalut granit
abu-abu dari itali dengan ornamen yang melingkar. Pada puncak minaret terdapat
kubah berlapis mozaik emas 24 karat.
Kubah masjid ini mengacu kubah yang digunakan masjid-masjid
Persia dan India. Lima kubah melambangkan rukun Islam, seluruhnya dibalut
mozaik berlapis emas 24 karat yang materialnya diimpor dari Italia.
Pada langit-langit kubah terdapat lukisan langit yang
warnanya dapat berubah sesuai dengan warna langit pada waktu-waktu sholat
dengan menggunakan teknologi tata cahaya yang diprogram dengan komputer.
Interior masjid ini menampilkan pilar-pilar kokoh yang
tinggi menjulang untuk menciptakan skala ruang yang agung. Ruang masjid
didominasi warna monokrom dengan unsur utama warna krem, untuk memberi karakter
ruang yang tenang dan hangat. Materialnya terbuat dari bahan marmer yang
diimpor dari Turki dan Italia. Di tengah ruang, tergantung lampu yang terbuat dari
kuningan berlapis emas seberat 2,7 ton, yang dikerjakan oleh ahli dari Italia.
1.
http://endangwulandariendang.blogspot.com/2016/09/kritik-arsitektur-kritik-normatif.html