EKOSISTEM BINAAN ATAU EKOSISTEM BUATAN
Ekosistem binaan atau ekosistem buatan adalah ekosistem yang dibuat dan
direkayasa oleh manusia. Ekosistem buatan atau binaan merupakan lingkungan yang
diciptakan manusia untuk berbagai keperluan. Manusia harus terus-menerus
mengelola dan mengembangkan lingkungan tersebut sesuai dengan kebutuhan. Contoh
lingkungan binaan itu adalah lingkungan pemukiman, pertanian, perkotaan,
perkebunan, tambak, bedungan, hutan tanaman industri.
Terhadap lingkungan binaan tersebut, manusia senantiasa berupaya mengaturnya. Interaksi alami hampir terkendali. Di dalam ekosistem pertanian, misalnya, serangga yang memakan tanaman dikendalikan dengan memberantasnya dengan menggunakan insektisida. Di daerah perkotaan jarang terdapat tumbuhan (produsen). Tumbuhan didominasi oleh tanaman hijau di sepanjang jalan, di taman atau di halaman. Kurangnya tumbuhan hijau di perkotaan mengakibatkan udara kota terasa pengap, kering, dan suhu udara meningkat.
Dengan semakin meningkatnya kesadaran lingkungan, kota-kota banyak dijadikan sasaran penghijauan. Anjuran untuk memelihara tanaman dan menanam bunga merupakan anjuran yang patut dilaksanakan. Taman-taman kota tidak boleh diganggu, sebaliknya harus dirawat dan dilestarikan. Selain berfungsi estetika atau untuk keindahan, taman kota juga berfungsi ekologis. Misalnya, sebagai pengatur suhu, mengurangi pencemaran udara, dan menyediakan habitat berbagai berung dan serangga. Taman kota juga berfungsi sebagai daerah resapan. Karena tanah di perkotaan dibeton atau diaspal, air hujan tidak dapat meresap kedalam tanah. Adanya taman kota membantu peresapan air kedalam tanah sesuai dengan daur air alami yang seharusnya berlangsung.
Mengingat fungsinya yang penting. Seharusnya setiap kota memiliki taman kota, tanah terbuka hijau, serta wilayah penghijauan kota dekat pemukiman padat. Tidak semua tanah digunakan untuk pembangunan gedung dan perumahan, tetapi disisakan untuk memberi kemungkinan berlangsungnya fungsi lingkungan.
Untuk mengurangi pencemaran lingkungan, di setiap pemukiman hendaknya dibangun kolam pengolah limba rumah tangga. Limbah cair dari rumah tangga dialirkan ke kolam pengolahan, sebelum air yang bersih dialirkan ke got-got dan akhirnya ke sungai. Pengembangan pemukiman (developer) perlu menyediakan sarana pengolahan limbah seperti ini. Pemerintah perlu mensyaratkan diadakannya pengolahan limbah, disamping sarana-sarana hidup lain seperti penyediaan air bersih, WC, taman, tempat bermain anak-anak, dan listrik kepada pengembang pemukiman untuk menunjang pembangunan berkelanjutan. Penyediaan saran peduli lingkungan seharusnya digalakkan.
Di Australia, di atap rumah penduduk sering wadah-wadah berisi makanan burung dan binatang liar lainnya. Burung-burung berterbangan bebas di taman-taman kota. Oleh karena di habitat buatan itu makanan alami sulit diperoleh, penduduk yang peduli lingkungan menyediakan makanan untuk hewan-hewan liar.
Di Lingkungan kita, Burung jalak, larwo, prenjak, yang dulu sering bertengger di pepohonan kini sudah tidak terdengar kicauannya yang merdu. Mereka justru diburu, ditangkap, kemudian dijual dengan harga murah. Ada pula yang memburunya, kemudian dibunuh tanpa peduli terhadap lingkungannya. Jika hewan-hewan itu ditangkap dan dipelihara, umumnya hewan-hewan itu mati karena stres atau karena lingkungannya yang tidak cocok. Maka sekarang sudah saatnya kepeduliaan dan kesadaran lingkungan masyarakat ditingkatkan untuk tidak memburu binatang. Bahkan penduduk perlu dibiasakan untuk menyediakan makanan untik hewan-hewan liar, seperti burung, karena habitat mereka sudah kita ubah untuk kepentingan manusia.
Terhadap lingkungan binaan tersebut, manusia senantiasa berupaya mengaturnya. Interaksi alami hampir terkendali. Di dalam ekosistem pertanian, misalnya, serangga yang memakan tanaman dikendalikan dengan memberantasnya dengan menggunakan insektisida. Di daerah perkotaan jarang terdapat tumbuhan (produsen). Tumbuhan didominasi oleh tanaman hijau di sepanjang jalan, di taman atau di halaman. Kurangnya tumbuhan hijau di perkotaan mengakibatkan udara kota terasa pengap, kering, dan suhu udara meningkat.
Dengan semakin meningkatnya kesadaran lingkungan, kota-kota banyak dijadikan sasaran penghijauan. Anjuran untuk memelihara tanaman dan menanam bunga merupakan anjuran yang patut dilaksanakan. Taman-taman kota tidak boleh diganggu, sebaliknya harus dirawat dan dilestarikan. Selain berfungsi estetika atau untuk keindahan, taman kota juga berfungsi ekologis. Misalnya, sebagai pengatur suhu, mengurangi pencemaran udara, dan menyediakan habitat berbagai berung dan serangga. Taman kota juga berfungsi sebagai daerah resapan. Karena tanah di perkotaan dibeton atau diaspal, air hujan tidak dapat meresap kedalam tanah. Adanya taman kota membantu peresapan air kedalam tanah sesuai dengan daur air alami yang seharusnya berlangsung.
Mengingat fungsinya yang penting. Seharusnya setiap kota memiliki taman kota, tanah terbuka hijau, serta wilayah penghijauan kota dekat pemukiman padat. Tidak semua tanah digunakan untuk pembangunan gedung dan perumahan, tetapi disisakan untuk memberi kemungkinan berlangsungnya fungsi lingkungan.
Untuk mengurangi pencemaran lingkungan, di setiap pemukiman hendaknya dibangun kolam pengolah limba rumah tangga. Limbah cair dari rumah tangga dialirkan ke kolam pengolahan, sebelum air yang bersih dialirkan ke got-got dan akhirnya ke sungai. Pengembangan pemukiman (developer) perlu menyediakan sarana pengolahan limbah seperti ini. Pemerintah perlu mensyaratkan diadakannya pengolahan limbah, disamping sarana-sarana hidup lain seperti penyediaan air bersih, WC, taman, tempat bermain anak-anak, dan listrik kepada pengembang pemukiman untuk menunjang pembangunan berkelanjutan. Penyediaan saran peduli lingkungan seharusnya digalakkan.
Di Australia, di atap rumah penduduk sering wadah-wadah berisi makanan burung dan binatang liar lainnya. Burung-burung berterbangan bebas di taman-taman kota. Oleh karena di habitat buatan itu makanan alami sulit diperoleh, penduduk yang peduli lingkungan menyediakan makanan untuk hewan-hewan liar.
Di Lingkungan kita, Burung jalak, larwo, prenjak, yang dulu sering bertengger di pepohonan kini sudah tidak terdengar kicauannya yang merdu. Mereka justru diburu, ditangkap, kemudian dijual dengan harga murah. Ada pula yang memburunya, kemudian dibunuh tanpa peduli terhadap lingkungannya. Jika hewan-hewan itu ditangkap dan dipelihara, umumnya hewan-hewan itu mati karena stres atau karena lingkungannya yang tidak cocok. Maka sekarang sudah saatnya kepeduliaan dan kesadaran lingkungan masyarakat ditingkatkan untuk tidak memburu binatang. Bahkan penduduk perlu dibiasakan untuk menyediakan makanan untik hewan-hewan liar, seperti burung, karena habitat mereka sudah kita ubah untuk kepentingan manusia.
PERAN RUANG
TERBUKA HIJAU DALAM MASA DEPAN PERKOTAAN
Ruang
Terbuka Hijau (RTH) memegang peran penting dalam pembangunan perkotaan,
terutama terkait dengan merancang masa depan perkotaan. Untuk mewujudkannya,
tiga pilar utama, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial harus saling
bersinergi. Direktur Penataan Ruang Wilayah I Bahal Edison Naiborhu
mengatakan hal tersebut dalam Dialog Tata Ruang Bersama Ditjen Penataan Ruang
Departemen Pekerjaan Umum (PU) di Radio Trijaya FM Jakarta, Rabu (7/10).
Saat ini, kota Jakarta hanya memiliki RTH sebesar 9 persen dari 30 persen (20 persen publik dan 10 persen privat) yang diamanatkan dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) No. 26 Tahun 2007. Sehingga perlu inovasi dalam pembangunan perkotaan untuk menciptakan RTH melalui pengembangan taman dan penataan saluran serta sungai, imbuh Edison.
Edison
menambahkan, penyebab minimnya RTH di daerah perkotaan disebabkan oleh tidak
tegasnya regulasi atau peraturan yang mengatur ketentuan penyediaan RTH,
adanya demand yang tinggi dari masyarakat untuk membangun, pola pembangunan
yang cenderung horizontal, dan hilangnya budaya menanam dari masyarakat
perkotaan.
“Bila
penyebab-penyebab tersebut dapat diperbaiki, diharapkan RTH akan semakin
tersedia dalam jumlah yang maksimal dan nantinya masa depan perkotaan kita
akan semakin terjamin,” tegas Edison.
Di
kesempatan yang sama menanggapi hal tersebut, Direktur Penataan Bangunan dan
Lingkungan Ditjen Cipta Karya Joessair Lubis mengatakan, kondisi RTH di
kota-kota besar di Indonesia cenderung menurun, baik kuantitas maupun
kualitasnya. Sebagai contoh di kota Surabaya, data Peraturan Daerah (Perda) No.
3 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah kota Surabaya 2013
menyebutkan, pada Desember 2006 RTH yang dimiliki kota ini sebesar 299,29 Ha
(0,83%) dari yang seharusnya 15 persen atau kisaran 4895 Ha. Hal ini juga
berlaku di Semarang maupun kota besar lainnya, bahkan Jakarta diibaratkan
dalam kondisi yang mengkhawatirkan, ujar Joessair.
Guna
mengatasi hal ini, dalam membangun hendaknya memperhatikan Undang-Undang
Bangunan Gedung No. 28 Tahun 2002. Dalam UU ini diberlakukan asas
keseimbangan dan keserasian. Yang dimaksud dengan asas keseimbangan adalah
menjaga ekosistem lingkungan, sedangkan keserasian adalah memperhatikan aspek
lingkungan sekitar. Selain itu, UU ini juga mengatur tentang ketentuan
kepadatan bangunan, arsitektur, dampak lingkungan, pemilikan lahan oleh pihak
swasta, dan mekanisme ijin pendirian bangunan yang harus memperhatikan
koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan koefisen daerah
hijau, sebagai perangkat kendali utama bagi masyarakat atau swasta dalam
membangun.
Selain
melihat dari sisi peraturan atau regulasi yang ada, peran Pemda dalam
mengakomodir ketentuan teknis bangunan gedung ke dalam Perda juga harus
ditingkatkan. Hal ini sebagai upaya untuk merencanakan masa depan perkotaaan
disamping terus mengkaji ulang kualitas dari perencana kota yang realistis
bukan idealis futuristik.
Perlunya Inovasi Dalam Penyediaan RTH
RTH
memiliki fungsi beragam, baik dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial, seperti
menjaga iklim atau temperatur, wahana rekreasi, dan menghasilkan tanaman
produktif. Sehingga untuk menjaga ketersediaan RTH diperlukan kesadaran
stakeholder, baik itu Pemerintah Pusat dan Daerah, pelaku ekonomi atau
developer, serta masyarakat, ungkap Edison.
Ditambahkannya,
upaya yang dapat dilakukan untuk menekankan pentingnya RTH, antara lain
kampanye atau sosialisasi penyediaan RTH kepada masyarakat baik di lingkungan
rumah atau sekitarnya, himbauan Pemerintah kepada swasta untuk menyediakan
RTH dalam skala yang lebih besar, pemberian kompensasi kepada kelompok
masyarakat yang telah menggalakan gerakan penghijauan, mengembangkan
inovasi-inovasi pembangunan perkotaan, dan penanaman pendidikan tata ruang
sejak dini, jelas Edison.
Senada
dengan Edison, Joessair memaparkan, kualitas RTH sangat ditentukan oleh
stakeholder. Diperlukan konsistensi dari stakeholder dalam melaksanakan tugas
dan tanggungjawabnya sesuai dengan peran masing-masing. Yakni dari sisi
Pemerintah, diperlukan ketegasan penegakan hukum, sisi masyarakat adalah
menumbuhkan kesadaran dan memahami akan arti pentingnya RTH, serta dari sisi
swasta, yaitu mengikuti aturan yang telah ada terutama dalam pendirian
bangunan dan mengembangkan inovasi penataan ruang, dimana orientasi bukan
semata-mata kepentingan ekonomi namun harus memperhatikan aspek lingkungan.
RTH sebagai
salah satu unsur masa depan kota kita, perlu diselamatkan, dipulihkan bila
ada yang sudah rusak, dan dijaga kondisinya yang masih baik. “Untuk
mewujudkannya, semua stakeholder harus sepakat dalam menyusun rencana atau
mendesain RTH sesuai dengan kebutuhan kota, konsisten melaksanakan dan
mengendalikan sesuai pertauran yang ada,” tandas Edison.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar