Rabu, 29 Oktober 2014

KAWASAN BINAAN EKOLOGIS

EKOSISTEM BINAAN ATAU EKOSISTEM BUATAN
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTWXcb0AtES84vrHz7PRrluNe0t6WL9VQcZbyflveuz29qi2MpI71b5KX6uT685LQGH-EHHjBd977zOj9kF1Luu7LGsjczeZCZRfsjOdOXdinV_5k-NybAmQNj2EUWh4jhtpeoS2I8oUE/s400/perkebunan-ekosistem-buatan-binaan.jpg
Ekosistem binaan atau ekosistem buatan adalah ekosistem yang dibuat dan direkayasa oleh manusia. Ekosistem buatan atau binaan merupakan lingkungan yang diciptakan manusia untuk berbagai keperluan. Manusia harus terus-menerus mengelola dan mengembangkan lingkungan tersebut sesuai dengan kebutuhan. Contoh lingkungan binaan itu adalah lingkungan pemukiman, pertanian, perkotaan, perkebunan, tambak, bedungan, hutan tanaman industri.

Terhadap lingkungan binaan tersebut, manusia senantiasa berupaya mengaturnya. Interaksi alami hampir terkendali. Di dalam ekosistem pertanian, misalnya, serangga yang memakan tanaman dikendalikan dengan memberantasnya dengan menggunakan insektisida. Di daerah perkotaan jarang terdapat tumbuhan (produsen). Tumbuhan didominasi oleh tanaman hijau di sepanjang jalan, di taman atau di halaman. Kurangnya tumbuhan hijau di perkotaan mengakibatkan udara kota terasa pengap, kering, dan suhu udara meningkat.

Dengan semakin meningkatnya kesadaran lingkungan, kota-kota banyak dijadikan sasaran penghijauan. Anjuran untuk memelihara tanaman dan menanam bunga merupakan anjuran yang patut dilaksanakan. Taman-taman kota tidak boleh diganggu, sebaliknya harus dirawat dan dilestarikan. Selain berfungsi estetika atau untuk keindahan, taman kota juga berfungsi ekologis. Misalnya, sebagai pengatur suhu, mengurangi pencemaran udara, dan menyediakan habitat berbagai berung dan serangga. Taman kota juga berfungsi sebagai daerah resapan. Karena tanah di perkotaan dibeton atau diaspal, air hujan tidak dapat meresap kedalam tanah. Adanya taman kota membantu peresapan air kedalam tanah sesuai dengan daur air alami yang seharusnya berlangsung.

Mengingat fungsinya yang penting. Seharusnya setiap kota memiliki taman kota, tanah terbuka hijau, serta wilayah penghijauan kota dekat pemukiman padat. Tidak semua tanah digunakan untuk pembangunan gedung dan perumahan, tetapi disisakan untuk memberi kemungkinan berlangsungnya fungsi lingkungan.

Untuk mengurangi pencemaran lingkungan, di setiap pemukiman hendaknya dibangun kolam pengolah limba rumah tangga. Limbah cair dari rumah tangga dialirkan ke kolam pengolahan, sebelum air yang bersih dialirkan ke got-got dan akhirnya ke sungai. Pengembangan pemukiman (developer) perlu menyediakan sarana pengolahan limbah seperti ini. Pemerintah perlu mensyaratkan diadakannya pengolahan limbah, disamping sarana-sarana hidup lain seperti penyediaan air bersih, WC, taman, tempat bermain anak-anak, dan listrik kepada pengembang pemukiman untuk menunjang pembangunan berkelanjutan. Penyediaan saran peduli lingkungan seharusnya digalakkan.

Di Australia, di atap rumah penduduk sering wadah-wadah berisi makanan burung dan binatang liar lainnya. Burung-burung berterbangan bebas di taman-taman kota. Oleh karena di habitat buatan itu makanan alami sulit diperoleh, penduduk yang peduli lingkungan menyediakan makanan untuk hewan-hewan liar.

Di Lingkungan kita, Burung jalak, larwo, prenjak, yang dulu sering bertengger di pepohonan kini sudah tidak terdengar kicauannya yang merdu. Mereka justru diburu, ditangkap, kemudian dijual dengan harga murah. Ada pula yang memburunya, kemudian dibunuh tanpa peduli terhadap lingkungannya. Jika hewan-hewan itu ditangkap dan dipelihara, umumnya hewan-hewan itu mati karena stres atau karena lingkungannya yang tidak cocok. Maka sekarang sudah saatnya kepeduliaan dan kesadaran lingkungan masyarakat ditingkatkan untuk tidak memburu binatang. Bahkan penduduk perlu dibiasakan untuk menyediakan makanan untik hewan-hewan liar, seperti burung, karena habitat mereka sudah kita ubah untuk kepentingan manusia.

PERAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM MASA DEPAN PERKOTAAN
Ruang Terbuka Hijau (RTH) memegang peran penting dalam pembangunan perkotaan, terutama terkait dengan merancang masa depan perkotaan. Untuk mewujudkannya, tiga pilar utama, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial harus saling bersinergi. Direktur Penataan Ruang Wilayah I Bahal Edison Naiborhu mengatakan hal tersebut dalam Dialog Tata Ruang Bersama Ditjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum (PU) di Radio Trijaya FM Jakarta, Rabu (7/10).

Saat ini, kota Jakarta hanya memiliki RTH sebesar 9 persen dari 30 persen (20 persen publik dan 10 persen privat) yang diamanatkan dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) No. 26 Tahun 2007. Sehingga perlu inovasi dalam pembangunan perkotaan untuk menciptakan RTH melalui pengembangan taman dan penataan saluran serta sungai, imbuh Edison.
Edison menambahkan, penyebab minimnya RTH di daerah perkotaan disebabkan oleh tidak tegasnya regulasi atau peraturan yang mengatur ketentuan penyediaan RTH, adanya demand yang tinggi dari masyarakat untuk membangun, pola pembangunan yang cenderung horizontal, dan hilangnya budaya menanam dari masyarakat perkotaan.
“Bila penyebab-penyebab tersebut dapat diperbaiki, diharapkan RTH akan semakin tersedia dalam jumlah yang maksimal dan nantinya masa depan perkotaan kita akan semakin terjamin,” tegas Edison.
Di kesempatan yang sama menanggapi hal tersebut, Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Ditjen Cipta Karya Joessair Lubis mengatakan, kondisi RTH di kota-kota besar di Indonesia cenderung menurun, baik kuantitas maupun kualitasnya. Sebagai contoh di kota Surabaya, data Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah kota Surabaya 2013 menyebutkan, pada Desember 2006 RTH yang dimiliki kota ini sebesar 299,29 Ha (0,83%) dari yang seharusnya 15 persen atau kisaran 4895 Ha. Hal ini juga berlaku di Semarang maupun kota besar lainnya, bahkan Jakarta diibaratkan dalam kondisi yang mengkhawatirkan, ujar Joessair.
Guna mengatasi hal ini, dalam membangun hendaknya memperhatikan Undang-Undang Bangunan Gedung No. 28 Tahun 2002. Dalam UU ini diberlakukan asas keseimbangan dan keserasian. Yang dimaksud dengan asas keseimbangan adalah menjaga ekosistem lingkungan, sedangkan keserasian adalah memperhatikan aspek lingkungan sekitar. Selain itu, UU ini juga mengatur tentang ketentuan kepadatan bangunan, arsitektur, dampak lingkungan, pemilikan lahan oleh pihak swasta, dan mekanisme ijin pendirian bangunan yang harus memperhatikan koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan koefisen daerah hijau, sebagai perangkat kendali utama bagi masyarakat atau swasta dalam membangun.
Selain melihat dari sisi peraturan atau regulasi yang ada, peran Pemda dalam mengakomodir ketentuan teknis bangunan gedung ke dalam Perda juga harus ditingkatkan. Hal ini sebagai upaya untuk merencanakan masa depan perkotaaan disamping terus mengkaji ulang kualitas dari perencana kota yang realistis bukan idealis futuristik.


Perlunya Inovasi Dalam Penyediaan RTH
RTH memiliki fungsi beragam, baik dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial, seperti menjaga iklim atau temperatur, wahana rekreasi, dan menghasilkan tanaman produktif. Sehingga untuk menjaga ketersediaan RTH diperlukan kesadaran stakeholder, baik itu Pemerintah Pusat dan Daerah, pelaku ekonomi atau developer, serta masyarakat, ungkap Edison.
Ditambahkannya, upaya yang dapat dilakukan untuk menekankan pentingnya RTH, antara lain kampanye atau sosialisasi penyediaan RTH kepada masyarakat baik di lingkungan rumah atau sekitarnya, himbauan Pemerintah kepada swasta untuk menyediakan RTH dalam skala yang lebih besar, pemberian kompensasi kepada kelompok masyarakat yang telah menggalakan gerakan penghijauan, mengembangkan inovasi-inovasi pembangunan perkotaan, dan penanaman pendidikan tata ruang sejak dini, jelas Edison.
Senada dengan Edison, Joessair memaparkan, kualitas RTH sangat ditentukan oleh stakeholder. Diperlukan konsistensi dari stakeholder dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan peran masing-masing. Yakni dari sisi Pemerintah, diperlukan ketegasan penegakan hukum, sisi masyarakat adalah menumbuhkan kesadaran dan memahami akan arti pentingnya RTH, serta dari sisi swasta, yaitu mengikuti aturan yang telah ada terutama dalam pendirian bangunan dan mengembangkan inovasi penataan ruang, dimana orientasi bukan semata-mata kepentingan ekonomi namun harus memperhatikan aspek lingkungan.
RTH sebagai salah satu unsur masa depan kota kita, perlu diselamatkan, dipulihkan bila ada yang sudah rusak, dan dijaga kondisinya yang masih baik. “Untuk mewujudkannya, semua stakeholder harus sepakat dalam menyusun rencana atau mendesain RTH sesuai dengan kebutuhan kota, konsisten melaksanakan dan mengendalikan sesuai pertauran yang ada,” tandas Edison.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar